RAHMAT DAN JULEHA


Guyuran hujan tak bosan membasahi bumi pesantren Darul Muhibbin malam ini, angin bertiup kencang ditemani petir dan halilintar yang terus menggelegar, merubah malam yang sejatinya hening nan tentram menjadi seram, seseram keadaanku saat ini yang cemas, bingung dan tegang. Aku duduk terdiam di ruang kantor keamanan menunggu kabar kepastian tentang sebab kenapa aku dipanggil oleh keamanan.
Beberapa saat kemudian datanglah kang umar dan anak buahnya yang terkenal amat
killer saat menyidang santri-santri yang terlibat kasus pelanggaran.
“Ekhh…kamu tahu kesalahan apa yang menyebabkan kamu dipanggil kesini.” Tanya kang Umar dengan memelototkan matanya kearahku
“ Gak tau kang” jawabku lirih
Cetaaarrrr…... tiba-tiba kang Umar menyabetkan tongkatnya di atas pahaku, sebenarnya hatiku membrontak, namun ragaku kaku seolah ada rantai-rantai besi yang mengikat disekujur tubuhku. Percuma aku memberontak dan melawan mereka, sebab seandainya aku melawan, mereka pasti akan mengatakan bahwa aku telah berani melawan pengurus dan ini akan menambah catatan kesalahanku dihadapan mereka. Dalam kondisi seperti ini lebih baik aku tenang dan tahan emosi sembari mendengarkan ocehan-ocehan mereka.
“Heh kang Rohmat, Kamu itu dipondokan disini oleh orang tua kamu bukan untuk pacaran, tapi untuk menimba ilmu agama!”
“Maksud kang Umar?”
Cetarr...rrr tongkat kang Umar kembali membodem pahaku.
“pura-pura gak tau lagi, tadi sore kami melihat kamu sedang berduaan dengan seorang gadis digedung serba guna MA putri. Kamu tahu kan, itu adalah larangan agama dan pondok ini. Dan yang lebih parahnya lagi gadis yang kamu kencani itu adalah Neng Juleha, putri bungsu KH.Ahmad Muthohar pengasuh pondok pesantren ini.” Dengan emosi yang menyala-nyala kang umar membeberkan kesalahan-kesalahanku.
Aku pasrah menerima kenyataan ini meski hati ini sebenarnya tidak terima kalau aku -menurut mereka- telah berpacaran layaknya muda-mudi zaman sekarang yang menyepi disuatu tempat kemudian melakukan hal-hal yang dapat mendorong melakukan perbuatan zina seperti meraba dan mencium. Padahal tidak demikian yang kami lakukan. Aku dan Juleha menyepi bukan karena dorongan hawa nafsu birahi melainkan cinta suci dengan bukti selama berkali-kali kami menyepi, kami tidak sekalipun melakukan meraba, mencium apalagi zina. Kami hanya sebatas melepas rasa rindu. Pacaran menurut mereka adalah menyepinya dua sejoli di suatu tempat tanpa memandang aktifitas didalamnya. Ah jadi pusing sendiri memikirkan permasalahan ini, yang jelas sekarang aku telah divonis
melakukan pelanggaran dan siap untuk menerima hukuman. Namun yang membuat aku terkejut, kata-kata terakhir kang Umar
bahwa aku telah berkencan dengan putri bungsu KH. Ahmad Muthohar. Jadi si Juleha yang selama ini aku kencani itu putri pengasuh pondok pesantren ini. Aduhh lancang sekali diriku ini ya Alloh.
Berita hubunganku dengan Juleha telah menjadi buah bibir santri-santri yang berada di naungan yayasan Darul Muhibbin, mulai MA putri, MA putra hingga kewilayah asrama-asrama pondok. Hampir semua santri mencibirku, mereka mengatakan bahwa aku tidak pantas mendapatkan Neng Juleha, sebab menurut mereka aku hanyalah seorang santri biasa, prestasi tak punya, gus juga bukan apalagi orang kaya. Sungguh picik pikiran mereka, mereka mengganggap hanya seorang gus sajalah yang berhak mendapatkan seorang putri kiai, padahal dalam islam
kedudukan manusia itu sama disisi Alloh, hanya kadar ketaqwaanlah yang membedakannya. Dalam benakku bertanya-tanya, lalu bagaimana nanti nasibnya si neng (seorang putri kiai ) yang cantik jelita sekaligus pintar dipaksa menikah dengan seorang anak kiai tapi tampangya pas-pasan, bodoh dan hanya mngandalkan kekiaian
bapaknya semata sedangkan si neng itu
sama sekali tidak memendam rasa cinta padanya. Aduhai sungguh kasihan sekali dikau neng. Menurutku pernikahan haruslah didasari dengan rasa cinta dan cinta bukanlah menuruti hawa, cinta tidak memandang rupa, cinta tak harus berharta, cinta juga tak harus bertahta. Akan tetapi cinta adalah getaran dua hati insan yang bisa merasakan
suka dan duka bersama, dan perasaan cinta
inilah yang aku rasakan kepada neng Juleha.
Bermula saat kami diutus oleh Yayasan untuk menjadi delegasi lomba debat bahasa inggris antar yayasan sejawa timur yang akhirnya dimenangkan oleh kami. Dari situlah timbul diantara kami benih-benih cinta. Benar apa kata pepatah permulaan hujan dari mendung, permulaan cinta dari pandangan pertama. Hati kami terasa nyaman saat bersama, namun tatkala kami berpisah pada saat itu pula hati kami gundah gulana, pikiran terbang melayang tak tentu arah rindupun menggelora dan tak ada obatnya kecuali harus bersua. Namun pada akhirnya
persuaan kami berdua telah terbongkar oleh keamanan dan kini telah menjadi berita hangat di yayasan ini.
“Hai, kamu to yang bernama Rohmat?” tanya seseorang dari belakang mengagetkanku yang sedari tadi aku sedang khusuk membaca kitab di kamar bersama Ahmad temanku.
“ iya.. . ada apa ya?” jawabku, namun tiba-tiba pukulan mendarat diwajahku buk buk buk
“ hai brengsek, bocah ingusan jangan sekali kali kamu berani mendekati Juleha, kalau tidak, kamu akan berurusan denganku, Gus Anam putra kyai Abdulloh Sarang Jateng."
Orang yang mengaku bernama Gus Anam itu mengancamku sambil memamerkan identitasnya yang seorang putra kiai, ia berlalu saja meninggalkan aku terkapar.
“ Kamu tidak apa-apa Gus Rohmat ” kata Ahmad sambil membangunkanku yang sedang terkapar habis dipukuli oleh orang yang bernama Anam itu.
“Oh gak pa pa Mad, Kamu kenal dia?”
“ Oh itu Gus Anam , Emang dia itu orangnya sombong, ia selalu menampakkan ke-Gusan-nya ketika bergaul dengan santri lain”
“ Lah terus mengapa dia memukulku?”
“ Oh ya, Gus Anam kan cinta mati ama neng Juleha, mungkin dia itu cemburu sehingga memukul njenengan”
“ohhh”
“ yah gitu..tapi menurutku neng Juleha itu lebih cocok sama njengan. Udah cakep, pinter, punya pondok besar lagi dan pasangan Rohmat and Juleha hampir mirip dengan pasangan Romeo and Juliet heee heee ”
“SSSttt jangan keras –keras, pokoknya dipondok ini jangan sampai ada yang tahu kalau aku punya pondok pesantren apalagi taHu kalau aku putra kiai Lutfi Hakim ketua umum tanfidziah NU jateng ” pintaku pada Ahmad
“ Upss maaf Gus keceplosan”
Yah dipondok ini hanya Ahmad yang mengetahui identitasku yang sebenarnya, namun aku tidak mau dihormati hanya karena kekiaian bapakku, aku hanya ingin dihormati karena inilah aku bukan inilah bapakku dan aku juga ingin dicintai Juleha karena seorang aku bukan karena seorang bapakku.
Lantunan ayat-ayat al-quran terus aku hembuskan dari mulutku, namun tetap saja hati ini terus gundah gulana membayangkan si Juleha. Lembaran–lembaran Alqur’an seolah hanya menjadi bingkai wajah Juleha yang terus menari-nari dibola mataku.
“ Gus Rohmat!” Suara Ahmad membisikki telingaku
“Oh Ahmad, ada apa? “
“ ini Gus, ada surat dari Neng Juleha”
Dari kekasihmu Juleha
Untuk kekasihku Rohmat
Di penjara suci sana.
Aa' Rohmat yang tersayang
Terpaksa hanya goresan-goresan tinta inilah yang bisa mewakiliku untuk meminta sedikit kemurahan hatimu untuk memaafkanku. Sebab diriku selalu memaksa dirimu untuk selalu bertemu sehingga berakibat hukuman, cercaan dan gunjingan serta kucilan menimpa dirimu.
Aa' Rohmat yang terkasih
Aku juga memohon kelembutan hatimu untuk memaklumi keadaanku. Sebab aku telah menyembunyikan sesuatu tentang siapa sebenarnya diriku, hal ini aku lakukan semata-mata karena aku sangat mencintaimu. Saya tidak mau Mas Raffi tidak mau bersua denganku hanya gara-gara aku seorang putri kiaimu, pengasuh pondok pesantren ini.
Aa Rohmat yang tercinta
Aku juga memohon kejujuran hati Mas Rohmat, bahwa Mas Rohmat juga mencintaiku. Aku tidak mau terkukung oleh tradisi keluargaku yang mengharuskan anak-anaknya menikah dengan putra seorang kiai tanpa ada dasar cinta, kasih dan sayang diantara kami. Sebelum terlambat aku sangat berharap Mas Rohmat mau segera meminangku. kalaupun abahku tidak merestui, Aku rela kok kawin lari dengan mas Rohmat.TTD
Pujaan hatimu JULEHA
Tubuhku seolah melayang setelah membaca
sepucuk surat dari Juleha yang ditujukan kepadaku. Hati ini berdetak kencang, tubuh membeku, mulutpun menjadi kaku. Sebegitukah cinta Juleha padaku sampai-sampai ia sangat mengaharapkan aku agar segera meminangnya ditengah tradisi keluarganya yang mengharuskan menikah dengan seorang putra kiai. Rasa bahagia, cemas dan tegang bercampur aduk direlung hatiku. Bahagia karena Juleha ternyata benar-benar sangat mencintaiku, Cemas karena Juleha akan segera di jodohkan dengan laki-laki lain dan tegang karena Juleha berharap aku bisa meminangnya. Juleha ternyata belum mengetahui siapa sebenarnya diriku. Ia hanya tahu aku adalah seorang santri biasa. Ia belum tahu kalau aku juga anak seorang kiai terpandang seperti dirinya. Seandainya ia tahu , ia tidak usah mengajakku berduaan di gedung serba guna , ia cukup bilang pada abahnya
“Bah, aku cinta mati ama Mas Rohmat, dia itu putra seorang kiai besar, pengasuh pondok pesantren al-hikam jawa tengah dan ketua tanfidziah NU Jateng lo bah.”
Haruskah sekarang aku berterus terang
bahwa aku seorang putra kiai agar bisa diterima menjadi pendamping hidup Juleha? Ah aku tidak mau dumeh, aku harus mengambil hati romo yai bukan dari kekiaian bapakku, tapi dengan cara yang lebih gentleman dan macho yaitu dengan
meraih prestasi-prestasi dipondok pesantren ini. Aku akan buktikan bahwa aku benar-benar seorang putra kiai atau Gus yang pintar dan mempunyai wawasan keilmuan yang luas, bukan Gus-gusan yang WWW wah woh yang mengandalkan kekiaian bapaknya.
Semilir udara pagi terus menerpa menggoyang- goyangkan dedaunan yang masih membasah mengembun. Sementara di ufuk timur terlihat awan-awan sedang asyik bergerombol menjadi singgahan mentari mengintipkan sinarnya, burung- burung dengan bebas mengepakkan sayap-sayapnya, menampakkan keceriaan dengan kicauan-kicauannya. Kulihat kecerian-kecerian burung- burung itu terbias dengan jelas di rona wajah santri-santri Pon-Pes Darul Muhibbin pagi ini. Seolah mereka telah terbang bebas menghilangkan kepenatan yang hampir setahun merangkul mereka. Yah pagi ini adalah awal liburan panjang sekolah. Namun lihatlah diriku ini, dipagi ceria ini wajahku malah suram, sebab telah tersiar kabar bahwa nanti sore Juleha akan
dilamar oleh putra seorang kiai besar dari jawa tengah. Hatiku remuk redam mendengar kabar itu. Ketekunan, keuletan dan keistiqomahan dalam belajar yang aku lakukan selama ini sehingga segudang prestasi-prestasi mengahampiriku, mulai juara I lomba membaca kitab, juara I Lomba hafalan bait-bait Al-fiyah, juara I MTQ dan yang terakhir nilai terbaik UAN seyayasan, ternyata tidak membuat romo yai, abah Juleha bersimpatik padaku. Haruskah aku pasrah dengan keadaanku ini. Ah tidak, aku tak mau menghianati cinta juleha padaku, Juleha sangat berharap aku bisa meminangnya. Sebagai pecinta sejati sudah seharusnya mau melakukan apa saja demi
seseorang yang dicintainya. Yah nanti sore
aku harus memberanikan diri menghadap langsug Romo yai dan mengatakan bahwa aku sangat mencintai Juleha dan aku ingin meminangnya. Aku tak peduli kalau nantinya harus berhadapan langsung dan berkelahi dengan putra kiai dari jawa tengah yang akan meminang Juleha itu. Walau
halangan rintangan membentang tak jadi masalah dan tak jadi beban pikiran he he ( maaf nukil lagunya film kera sakti). Inilah
rasa cinta, cinta bisa membutakan mata seseorang, hal yang aneh-anehpun dilakukan
atas nama cinta. Hal itu menunjukkan besarnya rasa cinta di dada. Besarnya rasa cinta yang tak terkira, sekalipun raganya terkukung tetap saja selalu melayang mengikuti jiwa kekasih hatinya. Julehaaaaa....Tunggu diriku disana, akang Rohmat mau ngelamar dikau Julehaaa.... Julehaa I Love You ( Aduhhh kok jadi lebai begini yachhh).
Kulangkahkan kedua kakiku tapak demi tapak menuju rumah ndalem romo yai. Ndalem yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari asramaku seolah memanjang
beribu-ribu meter. Jalan yang beraspal seolah semuanya berubah berduri. Sungguh berat aku langkahkan kakiku ini. Dan kini aku telah menatap rumah romo yai, dihalamannya terparkir Mobil karimun warna hitam, itu mungkun mobilnya putra kiai yang akan meminang Juleha. Aku tidak boleh menyerah dan ragu, aku harus bisa melangkah menuju depan pintu rumah romo yai. Dengan hati yang berdag-dig-dug akhirnya aku sampai juga di depan pintu rumah romo yai Ahmad Muthohar yang kebetualn terbuka. Dengan mantap aku ucapkan salam
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam" jawab dua orang yang yang ada di dalam rumah. Namun bola mataku tertatap oleh wajah yang tak asing lagi bagiku, wajah yang memancarkan aura kasih sayang, wajah yang tidak pernah menampakkan kecemberutan, wajah yang dengannya aku dibesarkan dengan cahaya islam, yah wajah itu tak lain adalah wajah Abahku KH.Lutfil hakim.
Tapi ada apa gerangan abah datang kesini, dan melihat dari gelagat mereka berdua, seakan-akan sudah kayak teman akrab.
"He sini nak!" Abahku memanggilku, akupun mendekati beliau dan duduk bersanding dengannya laiknya seorang bapak dengan anaknya.
"Abah kok datangnya hari ini sih padahal haflah Akhirusannahnya kan seminggu lagi" tanyaku pada abahku
"Iya abah udah tau, tapi Abah ditelpon oleh
kyai Muthohar untuk datang sore ini"
"Loh jadi... abah dan Romo yai udah saling kenal to?" Tanyaku keheranan
"Le le kamu itu jadi santri kok gak pernah sowan yah begini jadinya, Aku dan abahmu
dulu itu mondok bareng di jawa timur, ngopi bareng, cangkrukan bareng sampai mandi juga bareng hee"
"oooohh"
"Dan aku sengaja mengundang abahmu kesini karena ada sesuatu hal penting yang harus dibicarakan tentang kelakuanmu selama hidup dipondok ini. Terutama tindakan lancangmu yang berani-beraninya berduaan bersama putriku yang membuat gembar orang- orang yayasan. Meskipun begitu aku salut dengan prinsip dan keteguhanmu. walaupun guncingan, hukuman dan cercaan menimpamu, kamu tetap betah dipondok ini bahkan engkau menghapus kesalahan-kasal
ahanmu dengan buah prestasi-prestasi yang dapat mengharumkan nama pondok pesantren ini. Tapi menurutku prestasi-prestasimu belum cukup membukakan maafku padamu hingga aku memberimu hukuman"
"Aku siap menerima hukuman itu romo!" jawabku mantap. Namun anehnya Romo yai dan abahku malah tersenyum melihatku. Seharusnya mereka itu menampakkan wajah yang seram dan menegangkan, lah wong mau menghukum kok malah tersenyum, aneh yakin.
"Baiklah, setelah aku melakukan kesepakatan dengan abahmu, bahwa hukuman yang pantas kamu terima adalah engkau akan kami jodohkan dengan putriku si Juleha" beber romo yai dengan sedikit tertawa.
"Apa...? dijodohkan dengan juleha?"
"Iya, mau gak?"tanya romo yai memantapkanku
"Iya mau..mau"
Tiba –tiba tampak dari pintu belakang, wajah ayu mempesona dengan balutan kerudung merah, tatap matanya menusuk kerelung hatiku, aku tahu itu adalah tatapan cinta yang dipanahkan kerelung hatiku. Tiba-tiba ia menggerakkan mulut mungilnya dan berkata dengan penuh manja "kang rohmat I Love U", akupun membalasnya "I love u too Juleha"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANTRI WASLUN DAN KIYAI MAJDZUB

SANTRI WASHLUN & KYAI MAJDZUB 33

Perempuan Senja