BAHAGIAKU MELUPAKANMU 3
Episode 3
Sepulang dari kampus,
Aku kehujanan dan terpaksa berteduh didepan toko yang tutup.
Aku menunggu hingga hujan nya reda.
Hujan...
Ku harap air yang berjatuhan berkali-kali bisa menghapus jejak masa lalu,
Masa lalu yang menyiksaku.
_Selepas hilangmu ditelan bumi, aku belajar menjadi manusia tangguh tanpa kamu. Kuakui, begitu tidak mudah tertatih sendirian. hari-hari ku sibuk dan lebih menyita rindu yang telah punah._
_Aku tidak meminta banyak, hanya kumohon kau masa lalu, jangan berada di antara hitam dan putih. Apakah aku harus meni'mati berjalan mundur. Kau yang kusebut masa lalu, kau suka sekali mengakrabi bisu, hingga aku tak pahami masa depan ku. Sesekali pergi, lalu datang kembali ditengah kesendirianku._
_Saat aku ingin mengadu, padamu.. Air mataku sudah tak memiliki tempat meski sedikit saja untuk berjumpa kembali dengan mu . Duniamu lebih tenang dialam sana, dan biarlah aku bangkit dari keterpurukan ini._
_Lantas, untuk apa lagi aku menjadi bodoh karena masa lalu? Sayangnya, mungkin aku telah jatuh terlalu dalam untuk bangkit menghapuskanmu. Aku mencoba berdamai, mengakrabi lelah oleh rindu yang tertatih kujaga sendirian. Sebentar saja, aku ingin menghirup nafas dengan teratur setelah kepergian mu untuk selamanya._
Lamunan ku kala itu, bersama hujan. Nama Mas adnan begitu melekat dalam hatiku.
Hujan mulai mereda, aku melanjutkan perjalanan ku pulang ke rumah.
Sesampai di rumah aku melihat ada parkiran sepeda pancal.
-Inikah sepeda pemuda PHO itu-
Pikir ku,
PHO lagi, PHO lagi.
"Assalaamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"
Ternyata benar,
Pemuda itu sedang duduk diruang tamu.
Lalu dia menjawab salamku dan memberiku senyum tegar.
(Kayak sih)
Aku sempat bingung sekali.
Berbagai pertanyaan bermunculan dalam hatiku.
"Loh anak Ibu sudah datang..."
"Siapa itu Ibu??"
"Itu kan yang kemarin Ibu kenalkan sama kamu nak"
"Oo... Jadi, yang kemarin itu..."
"Sudah, ayo sini temani Ibu"
"Tapii Bu..."
Tanpa basa basi, Ibu menarik ku secara paksa.
Disitulah kami bertiga berbincang-bincang layak nya saudara sendiri.
Pemuda itu bahkan terlihat sangat dewasa saat menghadapi Ibu,
Bicaranya sopan santun,
Tingkah laku nya berakhlaq.
Bahkan dia tidak sama sekali memperhatikan aku, berbeda jauh dengan yang ku kenal.
Usil, jail, nyebelin, suka ngegombal, sok keren, pokok nya alay bin sotoi.
"Udah ya Ibu, Ima mau kekamar"
"Loh, kan baru sebentar sayang"
"Ima mau ganti baju dulu Ibu...."
"Ya sudah, nanti kesini lagi ya.."
Dengan langkah kaki berat meninggalkan pertemuan itu.
Aku semakin penasaran.
Tapi...
-Stooooopp...!!!!-
Pikiran ku semakin rancau, dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak kepo sama dia.
"Huuuuh...."
Kurebahkan tubuh ini diatas kasur, dan melepas semua beban fikiran.
Masa lalu dan masa depan yang sedang bertarung dihati ku.
Tapi otak ku masih bersahabat dengan masa lalu.
Laa hawlaa walaa quwwata illa billaahil 'aliyyil 'adziiim.
Ternyata, dia anak dari teman akrab kedua orang tua ku, yang sempat dipertemukan dengan ku, tapi aku masih acuh tak acuh.
Dan kini dia sedikit demi sedikit mengganggu fikiran ku.
-Ah..... Lelah nya-
Memang benar, kebahagiaan itu terletak dalam melupakan masa lalu.
Tapi masa lalu yang terlalu indah, seakan manusia enggan untuk menghapusnya.
Dan itu aku sendiri yang mengalami.
Malam yang syahdu
Menumbuhkan benih benih rindu
Di antara sepenggal kenangan
Yang terukir dalam ingatan
Ku tolak ia untuk datang
Tapi ia memaksa menyusup dalam pikiran.
Menentang apa yang di lupakan
Kini semuaya terpikir kembali
Mengingat memory yang sempat di miliki
Padahal aku sudah tidak mau melihat kembali
Tapi ia merasuk dalam otak
Membuat semuanya terobrak
Dan kini hal itu membuat hati ku bergejolak.
Aaaaaaaaaaaaaaaa
Diam ku adalah jeritan hatiku.
Sepulang dari kampus,
Aku kehujanan dan terpaksa berteduh didepan toko yang tutup.
Aku menunggu hingga hujan nya reda.
Hujan...
Ku harap air yang berjatuhan berkali-kali bisa menghapus jejak masa lalu,
Masa lalu yang menyiksaku.
_Selepas hilangmu ditelan bumi, aku belajar menjadi manusia tangguh tanpa kamu. Kuakui, begitu tidak mudah tertatih sendirian. hari-hari ku sibuk dan lebih menyita rindu yang telah punah._
_Aku tidak meminta banyak, hanya kumohon kau masa lalu, jangan berada di antara hitam dan putih. Apakah aku harus meni'mati berjalan mundur. Kau yang kusebut masa lalu, kau suka sekali mengakrabi bisu, hingga aku tak pahami masa depan ku. Sesekali pergi, lalu datang kembali ditengah kesendirianku._
_Saat aku ingin mengadu, padamu.. Air mataku sudah tak memiliki tempat meski sedikit saja untuk berjumpa kembali dengan mu . Duniamu lebih tenang dialam sana, dan biarlah aku bangkit dari keterpurukan ini._
_Lantas, untuk apa lagi aku menjadi bodoh karena masa lalu? Sayangnya, mungkin aku telah jatuh terlalu dalam untuk bangkit menghapuskanmu. Aku mencoba berdamai, mengakrabi lelah oleh rindu yang tertatih kujaga sendirian. Sebentar saja, aku ingin menghirup nafas dengan teratur setelah kepergian mu untuk selamanya._
Lamunan ku kala itu, bersama hujan. Nama Mas adnan begitu melekat dalam hatiku.
Hujan mulai mereda, aku melanjutkan perjalanan ku pulang ke rumah.
Sesampai di rumah aku melihat ada parkiran sepeda pancal.
-Inikah sepeda pemuda PHO itu-
Pikir ku,
PHO lagi, PHO lagi.
"Assalaamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"
Ternyata benar,
Pemuda itu sedang duduk diruang tamu.
Lalu dia menjawab salamku dan memberiku senyum tegar.
(Kayak sih)
Aku sempat bingung sekali.
Berbagai pertanyaan bermunculan dalam hatiku.
"Loh anak Ibu sudah datang..."
"Siapa itu Ibu??"
"Itu kan yang kemarin Ibu kenalkan sama kamu nak"
"Oo... Jadi, yang kemarin itu..."
"Sudah, ayo sini temani Ibu"
"Tapii Bu..."
Tanpa basa basi, Ibu menarik ku secara paksa.
Disitulah kami bertiga berbincang-bincang layak nya saudara sendiri.
Pemuda itu bahkan terlihat sangat dewasa saat menghadapi Ibu,
Bicaranya sopan santun,
Tingkah laku nya berakhlaq.
Bahkan dia tidak sama sekali memperhatikan aku, berbeda jauh dengan yang ku kenal.
Usil, jail, nyebelin, suka ngegombal, sok keren, pokok nya alay bin sotoi.
"Udah ya Ibu, Ima mau kekamar"
"Loh, kan baru sebentar sayang"
"Ima mau ganti baju dulu Ibu...."
"Ya sudah, nanti kesini lagi ya.."
Dengan langkah kaki berat meninggalkan pertemuan itu.
Aku semakin penasaran.
Tapi...
-Stooooopp...!!!!-
Pikiran ku semakin rancau, dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak kepo sama dia.
"Huuuuh...."
Kurebahkan tubuh ini diatas kasur, dan melepas semua beban fikiran.
Masa lalu dan masa depan yang sedang bertarung dihati ku.
Tapi otak ku masih bersahabat dengan masa lalu.
Laa hawlaa walaa quwwata illa billaahil 'aliyyil 'adziiim.
Ternyata, dia anak dari teman akrab kedua orang tua ku, yang sempat dipertemukan dengan ku, tapi aku masih acuh tak acuh.
Dan kini dia sedikit demi sedikit mengganggu fikiran ku.
-Ah..... Lelah nya-
Memang benar, kebahagiaan itu terletak dalam melupakan masa lalu.
Tapi masa lalu yang terlalu indah, seakan manusia enggan untuk menghapusnya.
Dan itu aku sendiri yang mengalami.
Malam yang syahdu
Menumbuhkan benih benih rindu
Di antara sepenggal kenangan
Yang terukir dalam ingatan
Ku tolak ia untuk datang
Tapi ia memaksa menyusup dalam pikiran.
Menentang apa yang di lupakan
Kini semuaya terpikir kembali
Mengingat memory yang sempat di miliki
Padahal aku sudah tidak mau melihat kembali
Tapi ia merasuk dalam otak
Membuat semuanya terobrak
Dan kini hal itu membuat hati ku bergejolak.
Aaaaaaaaaaaaaaaa
Diam ku adalah jeritan hatiku.
Komentar
Posting Komentar