"P-P-K-M" (Pelan-pelan kita Menikah)

 "P-P-K-M"

(Pelan-pelan kita Menikah)

Part 4


Oleh : Azizah Maghfiroh


Pada umumnya, jika ada seseorang pengguna media sosial yang mengunggah dua pas foto ke akun masing-masing dengan latar belakang biru, hal tersebut menandakan bahwa ia baru saja mengumpulkan syarat-syarat untuk pernikahan. 


Bagi yang masih melajang, pasti mendambakan kapan giliran itu datang. Seperti diriku yang masih dalam ikhtiar menjemput jodoh.


Pagi ini ku siapkan kekuatan mental semangat seperti di era perjuangan melawan virus. Ya, ini adalah virus cinta yang telah menyerang jiwaku. 



Tepat pukul 09.00 WIB. Aku sudah berpakaian rapi, harum tak lupa juga bersenjatakan busur panahan layaknya seorang Arjuna menjemput jodoh. Aku berharap tanpa menjemput pun ia sudah klepek-klepek dengan ketampanan dan kegagahan yang orang bilang terhadapku.


"Tumben, ruuaapi amat kamu, Le," Sapa Ummi yang terkesima melihatku.


"Loh, ya harus... Kan mau bertemu Ning Wirda calon mantu Panjenengan, Ummi.."


"Ya wis, bismillah! Jangan bersikap konyol, perempuan itu suka kalau di perlakukan lembut dan sopan."


"Begitu yaa Mi, kalau di sikapi apa adanya bagaimana?"


"Sudah sana buruan, jangan suka molor waktu,"


Handphone ku berdering. Panggilan masuk dari  WhatsApp atas nama Calon Mertuaku, yaitu Mbah Yai Rosyid.


"Assalamu'alaikum Guss..."


"Waalaikumussalam warohmatulllah Yai, saya sudah mau berangkat ini,"


"Oo, yasudah baiklah di tunggu... Hehehehe hati-hati di jalan, Gus.."


"Inggih, Yai,"


Suasa pagi ini sangat cerah. Matahari sudah mulai memberikan sinar terangnya. Seperti langkahku menuju cinta yang halal. 


Syair Arab mengatakan :

"Ketika aku ingin menghibur diriku, aku membayangkan bersama dirimu"


Bila mana orang sedang di mabuk cinta, membayangkan saja sudah terasa menyenangkan apalagi mendengar suara bersinnya.


Keindahan cinta pun datang menghampiri. 

Ia datang dengan langkah anggun, membawa secangkir minuman anggur ditangan mungilnya. Sungguh ia sangat mempesona melebihi dari seorang bintang.


Aku pun memberanikan diri untuk bertanya.


"Ning Wirda..."

"Dalem Gus"

"Apakah sampean siap jika aku khitbah besok?"

"Iyaa Gus Ibram, dengan izin Allah, saya siap..."

"Nanti akan ku siapkan mahar paling istimewa untuk sampean, wahai dindaku...."


Perempuan sungguh indah dan menyenangkan jika di pandang.  Memakai gaun putih berhijab abu-abu muda. Tinggi badan yang ideal. Senyumnya yang memukau. Wajah yang teduh menenangkan.


Oh, betapa gilanya diriku. Membayangkan yang belum terjadi.


Setiba di halaman Ndalem Mbah Yai Rosyid. Aku terheran banyak santri yang menghalangiku untuk parkir mobil. Ku tekan tombol klakson tiga kali. Dan akhirnya mereka sedikit demi sedikit memberiku jalan untuk lewat. 


Ternyata ini adalah hari Minggu. Dimana banyak santri yang sedang sambangan. MasyaAllah. Maafkanlah diriku yang tidak tahu diri.

Santri memanglah terpuji. Kalau gusnya santri terkadang suka dipuji.


Mbah Yai Rosyid sudah menunggu di depan pintu. Aku pun merasa tidak enak.


"Assalamu'alaikum Mbah Yai,"

"Waalaikumussalam warohmatulllah.. Monggo silakan masuk, Gus, maskernya jatuh..."

"Ee, inggih Mbah Yai,"


Setelah mempersilahkan aku duduk di sofa, Mbah Yai Rosyid langsung masuk untuk memanggil putrinya.

Entahlah, rasanya jantungku berdebar lebih cepat. Tapi aku harus menunjukkan kejantananku dihadapan sang betina.


"Nduk, Wirdaa..."

"Dalem, Abah"

"Sini..."


Di balik selambu, aku melihat kedua kakinya yang di tutupi gamis berwarna merah. Langkahnya seperti kebingungan. Suaranya lirih tak bertujuan. Setiap menit aku menunggu ia menampakkan dirinya untuk menemui ku.

15 menit berlalu, aku masih saja duduk di sofa sendiri, sembari meneguk secangkir kopi yang pahit, menghisap rokok elektrik. Namun ia tak kunjung datang menemui ku juga. Tiba-tiba pikiran dan hatiku bersengkokol untuk mendoakan yang terbaik. 


Jika mencintai seseorang sebelum menikah, tidak ada yang dihalalkan selain doa cinta. Maka, Sekejap kupejamkan kedua mata ini untuk berdoa.


"Yaaa Allah, jika memang ia belum siap atas perjodohan ini, tujukkanlah jalan cinta untuknya, supaya ia melihat bahwa diriku memang benar-benar mencintainya dengan sangat. Namun aku juga siap apapun keputusannya. Engkau Sang Maha Cinta pastinya lebih tahu mana yang terindah untuk setiap insan. Aamiin."


Saat ku buka mata perlahan, ia benar sudah duduk di hadapanku dengan pandangan tertunduk dan memakai masker.


"Mbah Yai Rosyid...?" Tanyaku dengan nada sangat pelan.

"Abah di dalam."

"Oo, nggih... Ning Wirda... Sa..ya.. kesini.. hendak.. memperjelas.. soal.." 

"Assalamu'alaikum!"


Suasana pecah seketika mendengar ucapan salam yang begitu mengagetkan.


"MasyaAllah! ini kan Gus Ibram, ada apa ini, kok berduan... Hayo... Heheheh"

"Ami, ssttttt..." Sahut Wirda dengan rasa malu. (Ami adalah   sebutan untuk memanggil seorang paman)

"Ooo, yayaya...! Kalian mau.."

Sembari menyodorkan kedua jari telunjuk dan jempolnya yang membentuk love.

"Barokallaah Guss... Barokallaah... Saya sebagai Ami-nya sangat senang sekali jika maksud baik ini disegerakan, hihihihi"

"Yasudah kalau begitu, lanjutkan!" 

Sambil mendekat dan berbisik kepadaku. "Qobiltu Nikaaha..haahaha...."

"Ami Harun!" Gertak Ning Wirda dengan polosnya.


Spontan kutarik kedua bibirku ke kanan dan ke kiri.



Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANTRI WASLUN DAN KIYAI MAJDZUB

SANTRI WASHLUN & KYAI MAJDZUB 33

Perempuan Senja